Logo Header
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Satu Kisah Menuju Stasiun Pasar Senen
Satu Kisah Menuju Stasiun Pasar Senen

Satu Kisah Menuju Stasiun Pasar Senen

Message of Monday – Senin, 14 Nopember 2022
Satu Kisah Menuju Stasiun Pasar Senen
Oleh: Sonny Wibisono *

"Hidup adalah perjalanan yang harus dilalui, tidak peduli seberapa buruk jalan yang harus dilewati.”
-- Anonim

Satu tugas membawa saya ke Desa Slatri, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Untuk menuju ke sana, ada beberapa pilihan moda transportasi. Yang pasti, tidak ada pilihan melalui jalan udara. Bila ingin naik pesawat, harus ke Semarang dulu. Tapi itu benar-benar tidak efektif dan efisien. Jadi pilihannya, dengan kereta api, bis, atau mobil. Saya memilih menggunakan kereta api. Kenapa? Ya, karena ingin saja. Sudah lama sekali saya tidak naik kereta.

Setelah mencari jadwal yang pas, akhirnya saya memilih KA Brantas. Berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul 13.30 dan tiba di Stasiun Brebes pukul 17.34 Sedangkan acara yang saya ikuti di Desa Slatri pukul 7 malam.

Untuk menuju Stasiun Pasar Senen, saya memesan taksi. Ada kisah menarik sepanjang perjalanan menuju stasiun dengan taksi tersebut. Selama dalam perjalanan, sang pengemudi taksi berbagi cerita mengenai kehidupannya. Ia telah menggeluti profesi sebagai pengemudi sudah 10 tahun lamanya.

Tentu ada banyak suka dan duka yang dilaluinya. Yang jelas, keadaan dulu dan sekarang, menurutnya sangat jauh berbeda. Ada penurunan pendapatan secara signifikan. Setelah masa pandemi lewat, memang sempat membaik. Tapi tidak sama seperti dulu saat sebelum pandemi.

Ia bercerita betapa beratnya sekarang hidup ini. Sang pengemudi telah berkeluarga dengan dikarunia tiga anak. Yang membuat makin berat, ketiga anaknya membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam menempuh pendidikan. Sedangkan, isterinya tinggal di kampung dan tidak bekerja.

Anak pertama diterima di perguruan tinggi negeri di kota Tasikmalaya. Karena kebetulan isterinya berasal dan tinggal di kota ini. Ia bersyukur, anaknya mendapat beasiswa. Jadi setidaknya biaya beban hidup berkurang. Sedangkan anak yang kedua baru saja diterima di perguruan tinggi negeri di Semarang. Nah, biaya hidup sehari-hari sang anak kedua yang membuat pusing sang sopir.

Anak yang kedua, tidak mendapat beasiswa. Tiap minggu, sang anak membutuhkan biaya hidup. Untuk makan saja sedikitnya harus tersedia 50 ribu rupiah per hari. Belum biaya yang lain. Biaya ini dikirim melalui transfer langsung oleh sang bapak melalui ATM. Sedangkan anak yang ketiga masih SMA.

Saya katakan, bahwa kedua anaknya diterima di perguruan tinggi negeri merupakan sesuatu hal yang luar biasa dan patut disyukuri. Ia memang bersyukur, untungnya semua diterima di sekolah negeri. Bagaimana bila tidak diterima? Ia bilang, tidak akan mendaftar di perguruan tinggi Swasta. Mengapa? Karena biaya hidup sudah pasti berat. Pasrah saja bila saat itu anaknya tidak diterima di sekolah negeri.

Apakah ia dapat memenuhi semua kebutuhan keluarganya? Ia bercerita, target penghasilan sebagai seorang sopir taksi dalam sehari ialah 700 ribu rupiah. Perusahaan menetapkannya demikian. Itu bila ingin mendapat bonus dan lainnya. Bagaimana bila tidak sesuai target? Ya, tidak mengapa. Hanya saja tidak ada bonus yang diperolehnya.

Untuk mendapatkan target segitu, dirasakan sangat berat sekali. Mendapat 300 ribu hingga 400 ribu rupiah saja dalam sehari, sudah terbilang bagus. Itu pun masih pendapatan kotor. Bila dikurangi biaya bahan bakar dan lainnya, ia hanya bisa mengantongi sekitar 50 ribu hingga 100 ribu rupiah saja per harinya. Jadi bila ia seharian tidak ‘narik’, dipastikan tidak ada pendapatan yang diperolehnya. Artinya, jatah ke anaknya juga tidak bisa dipenuhi.

Nah, untungnya sang sopir memiliki saudara kandung yang bekerja di instansi pemerintahan. Bahkan saudara-saudaranya tersebut merupakan jebolan perguruan tinggi negeri ternama. Jadi bila ada keperluan mendesak, ia bisa meminta bantuan saudaranya. Walau begitu, tetap saja ia mengatakan, betapa berat dan pusingnya ia dalam memanage kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Taksi yang saya tumpangi akhirnya tiba juga di Stasiun Pasar Senen. Tak lupa saya memberikan tips. Saya memang selalu membiasakan memberikan tips setiap kali saya naik taksi.

Saya melihat, kehidupan sang sopir sebenarnya tak buruk-buruk amat. Kedua anaknya masih dapat bersekolah dan diterima di sekolah negeri. Dan masih ada saudaranya yang siap membantunya. Tapi mungkin ia berpandangan lain. Sampai mengatakan begitu beratnya. Entahlah. Tiap orang bebas menafsirkan kehidupannya masing-masing.

Ya, hidup memang penuh dinamika. Apapun itu, kita harus tetap bersyukur. Bila ingin maju dan memacu semangat, lihatlah ke atas. Dan lihatlah ke bawah, agar kita selalu tetap bersyukur dalam keadaan apapun. Is that right, brother?

* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012

Foto Stasiun Brebes, dokumen pribadi

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Belanja Bijak Belanja CermatBelanja Bijak, Belanja Cermat
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.
KOMENTAR