Logo Header
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Moral, Honor, dan Kebijakan
Moral Honor dan Kebijakan

Moral, Honor, dan Kebijakan

Message of Monday – Senin, 30 Agustus 2021
Moral, Honor, dan Kebijakan
Oleh: Sonny Wibisono *

“Pemimpin puncak bisa membuat aturan apa saja, alat kontrolnya etika dan moral. Karena itu keteladanan menjadi hal yang penting.”
-- Sudirman Said, Koordinator Nasional Forum Solidaritas Kemanusiaan (FSK)

Dalam sepekan terakhir ini, ramai polemik honor pemakaman pasien Covid-19 yang diterima sejumlah pejabat di Kabupaten Jember. Bupati Jember dan tiga pejabat lainnya diketahui mendapat honor penanganan Covid-19.

Honor sebagai tim pemakaman jenazah Covid-19 diterima oleh Bupati Jember, Sekretaris Daerah (Sekda), Plt. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember, serta Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistisk BPBD Jember.

Mereka mendapat honor setelah masuk dalam kepengurusan petugas pemakaman Covid-19 di daerahnya. Adapun tugas yang mereka lakukan ialah melakukan monitoring dan evaluasi. Honor yang didapat, yakni Rp 100ribu per pemakaman. Total yang didapat masing-masing, sekitar Rp70,5 juta.

Pada akhirnya, mereka memang mengembalikan dana tersebut ke kas daerah. Tetapi niat para pejabat membuat kebijakan tersebut dipertanyakan berbagai pihak. Mengapa tidak sedari awal para pejabat tersebut menolak kebijakan yang dibuat, bila pada akhirnya honor yang didapat dikembalikan juga ke kas daerah.

Honorarium dari pemakaman Covid-19 mungkin saja memang ada sesuai aturan. Bahkan ada anggarannya. Aturan dibuat dan resmi. Nah, yang menjadi pertanyaan, apakah itu pantas di tengah situasi seperti ini?

Tak ayal, hal ini menjadi sorotan banyak pihak. Pokok persoalan disini yang menjadi masalah ialah soal moral dan etika. Bukan soal aturan semata. Moral dan etika memang menjadi bagian yang paling krusial bagi setiap individu, apalagi bagi seorang pemimpin.

Moral berkaitan erat dengan etika. Bicara etika, sesungguhnya bukan soal ’boleh’ atau ’tidak boleh’. Bicara ’boleh’ atau ’tidak boleh’ sudah diatur dalam peraturan. Bila Anda melanggar, sanksi sudah menanti. Bila bicara etika, maka kita bicara ’patut’ atau ’tidak patut’, ’pantas’ atau ’tidak pantas’. Dalam hal ini, etika lebih tinggi dari peraturan.

Nah, dalam kasus pandemi dan kematian Covid-19 yang melanda negeri ini, seharusnya moral dan etika lebih dikedepankan. Sejatinya, seorang pejabat publik, dalam level manapun, menjadi teladan bagi masyarakat yang dipimpinnya dengan mengedepankan etika sebagai nilai tertinggi. Kebijakan dan tindakan sebaiknya tak hanya berdasarkan aturan, tapi juga kepantasan.

Mengapa begitu? Karena mereka merupakan panutan, tingkah lakunya diikuti banyak orang. Apapun alasannya, sungguh tak elok bila memanfaatkan derita masyarakat di tengah pandemi saat ini. Malah sebaliknya yang harus dilakukan, berbuat sesuatu yang lebih dari hanya sekedar menjalankan amanah sebagai pejabat publik.

Semoga saja kejadian ini menjadi yang pertama dan terakhir kalinya di negeri ini. Pada akhirnya, derajat kemanusiaan seseorang akan terlihat dari perilakunya dalam menjaga etika, lebih dari sekedar menaati aturan.

* Penulis buku ‘Message of Monday’, Elexmedia, 2009 dan Ref Grafika Publishing, 2012

Photo by Markus Spiske from Pexels

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Belanja Bijak Belanja CermatBelanja Bijak, Belanja Cermat
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.
KOMENTAR