Logo Header
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Mengelola Reputasi
Mengelola Reputasi

Mengelola Reputasi

Message of Monday - Senin, 5 Mei 2008
Mengelola Reputasi
Oleh: Sonny Wibisono

“Diperlukan waktu 20 tahun untuk membangun reputasi dan 5 menit untuk menghancurkannya."
-- Warren Edward Buffett, investor dan pengusaha Amerika

REPUTASI mengalahkan segalanya. Citra dan kepercayaan pelanggan di atas segalanya, tak peduli berapa pun ongkos yang harus dikeluarkan. Tak percaya? Lihatlah apa yang dilakukan pabrikan mobil Jepang, Mazda, belum lama ini. Mazda mengambil keputusan besar untuk memusnahkan sebanyak 4.703 mobil yang masih tergolong keluaran terbaru, jenis Mazda3 dan CX-7. Mazda CX-7sendiri dipersenjatai mesin MZR 2.3L Direct Injection Spark Ignition turbo. Dengan spesifikasi mesin tersebut, mobil ini punya tenaga maksimum 235Hp pada putaran 5.000rpm, dan torsi maksimum mencapai 350Nm/2.500rpm. Diperkirakan, mobil-mobil yang dimusnahkan tersebut bernilai sekitar US$ 100 juta. Lebih dari sekadar cukup untuk membeli kerupuk untuk dibuat hujan di atas negeri ini.

Bukan main. How come? Berbagai pertanyaan pun muncul. Mengapa tidak dilelang saja atau hanya menjual suku cadangnya saja? Ada ceritanya. Hal ini bermula ketika The Cougar, sebuah kapal kargo yang mengangkut 4.703 unit mobil produksi Mazda tersebut mengalami kecelakaan dua tahun silam. The Cougar saat itu tengah menempuh perjalanan laut dari Jepang menuju Vancouver, British Colombia,Tacoma, Washingtondan Port Hueneme, California. Namun pada kenyataannya, ribuan mobil itu tak mengalami kerusakan, karena sistem penyimpanan yang aman di dalam kapal. Seperti diungkapkan di awal, citra memang mengalahkan segalanya. Akhir tahun 2006, Mazda berjanji untuk tidak melempar mobil-mobil yang berada di dalam kapal the Cougar ke pasaran. Beberapa alternatif solusi pun bermunculan, misalnya mobil-mobil tersebut digunakan untuk penelitian di sekolah kejuruan otomotif, atau menggunakannya untuk film-film laga. Toh pada akhirnya, opsi pemusnahan total dinilai menjadi pilihan terbaik. Mazda benar-benar tak ingin bermain dengan risiko, karena tetap saja selalu ada kemungkinan produk-produk itu memiliki keluhan. Jika itu terjadi, cilaka dua belas namanya, bukan hanya divisi garansi Mazda yang mengalami kerepotan, tetapi lebih dari itu, citra dan reputasi Mazda sebagai salah satu produsen otomotif terdepan pun akan hancur.

Reputasi bagi sebuah individu, lebih-lebih perusahaan merupakan hal yang penting. Tahun 2004, survey yang dilakukan Hill and Knowlton’s Corporate Reputation Watch mendapatkan hasil: “93% of senior executives believe that customers consider corporate reputation important or extremely important.” Tahun 2001, polling yang dilakukan Firma Asuransi AON terhadap 2000 perusahaan papan atas di Inggris menunjukkan bahwa kehilangan reputasi dilihat sebagai sebuah risiko terbesar.

Kehilangan reputasi yang baik jauh lebih mudah dibanding usaha untuk membangunnya kembali. Dibutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk membangun reputasi yang baik, tetapi diperlukan waktu lima menit saja untuk meruntuhkannya. Lihatlah apa yang dialami perusahaan-perusahaan semacam Enron, Merrill Lynch, General Electric dan WorldCom. Perusahaan-perusahaan di Indonesiamengambil hikmah akan pentingnya mengelola reputasi perusahaan

Lantas, apa sesungguhnya yang dimaksud reputasi? Ada banyak teori. Professor Gary Davies dari Manchester Business School memberikan definisi semacam ini, "Reputation is a collective term referring to all stakeholders’ views of corporate reputation, including identity and image." Atau dengan kata lain, reputasi merujuk pada semua pendapat orang lain tentang prestasi, mencakup pencitraan dan pengenalan konsepnya.

Tentu yang dimaksud reputasi di sini adalah reputasi yang baik, harum, dan positif. Kalau yang buruk, jangan dipelihara, mendingan dihapus lalu diganti dengan yang baik. Nah, untuk itu juga tidak mudah, bahkan lebih berat. Sangat mungkin, dibutuhkan tenaga, pikiran, dan uang yang tidak sedikit. Hal ini bisa kita simak di berbagai media massa, apalagi menjelang pemilihan umum tahun depan.

Harus diakui mengelola reputasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Masih ingat Pak Raden? Itu loh, tokoh dalam film serial Si Unyil. Bapak tua dengan kumis lebat itu memiliki reputasi yang kurang oke di mata Unyil dan teman-temannya. Kalau Anda yang sempat menonton acara ini ketika ditayangkan di TVRI, tentu tahu sebabnya. Pak Raden memiliki reputasi sebagai orang tua yang kikir, malas kerja bakti, mau menang sendiri, dan suka menyombongkan diri dengan bahasa Belandanya. Lain lagi dengan Pak Ogah, si botak yang lebih suka nongkrong di pos ronda bersama karibnya Pak Ableh, yang juga sama-sama pemalas. Meski mereka pernah punya pabrik batako Ekspress Gembol, tapi karena malas, pabrik itu tak bertahan lama. Tentu bukan itu yang dimaksudkan dalam tulisan ini.

Sekarang, kita ambil lagi kisah lain. Tapi sori-sori stroberi, lagi-lagi dari serial yang pernah ngetop di tahun 1980-an. Di serial Rumah Masa Depan pernah ada tokoh anak pintar, namanya Sangaji. Anak dengan penampilan kaca mata John Lennon ini terkenal sebagai anak pintar. Dalam sebuah perlombaan adu cerdas, dia harus berhadapan dengan seorang murid yang tidak hanya pintar tapi juga gagah dan kaya. Namun Sangaji sama sekali tidak gugup. Kok bisa? Dia mencitrakan diri sebagai bukan anak orang kaya, tampangnya biasa-biasa saja, tapi berotak encer. Nah, diam-diam siswa lainnya, bahkan juga penonton, menaruh hormat yang luar biasa. Lawannya bisa pintar karena dia punya fasilitas yang luar biasa. Maklum bapaknya kaya raya, tapi justru Sangaji kebalikannya. Di balik kelemahannya, dia memiliki kemampuan lebih. Dengan demikian dia menjadi leluasa, cerdas, dan juga sigap dalam mengelola reputasinya tanpa kehilangan kesan kalah.

Kalau mau contoh yang lebih terkini, mungkin bisa dilihat dari perlombaan bintang instan seperti AFI yang sempat booming beberapa tahun silam. Justru, kekurangan menjadi kelebihan. Seorang peserta yang hanya anak dari seorang tukang becak malah bisa menjadi pemenang. Citra yang terbangun itulah yang menggugah pemirsa untuk memilihnya menjadi pemenang. Jelas,di luar dugaan semua orang.

Jadi mulai saat ini, bila ingin mengelola reputasi, segera ingat-ingatlah reputasi yang melekat pada diri Anda. Hitung untung dan ruginya, pilih dan pilah semuanya. Nah, di kantor Anda dikenal sebagai karyawan yang lebih banyak mengobrol? Sering tidur di saat jam kerja? Atau pendiam tapi penuh dengan ide brilian? misalnya. Silakan pilah dan pilih lagi. Kalau sudah menemukan, bersyukurlah. Kalau ada yang buruk, segera tinggalkan, bisa bertahap atau langsung, just do it, dantanpa perlu tebar pesona. Kalau ada yang baik, itu artinya tinggal mengelolanya. Bagaimana ketika suatu masalah mengancam reputasi diri Anda? Tentu saja ketika mulai goyah, Anda pun harus menyelamatkannya, tapi tak perlu dengan harus mengeluarkan uang hingga jutaan dolar seperti pabrikan mobil Mazda. Selain tidak punya duit sebanyak itu, untuk sekadar memelihara reputasi sebagai orang royal di kantor, cukuplah dengan mentraktir karyawan lainnya di tukang bakso sebelah. (050508)

* Photo by Valeriia Miller from Pexels

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Belanja Bijak Belanja CermatBelanja Bijak, Belanja Cermat
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.
KOMENTAR