Logo Header
Message Of Monday

Message Of Monday

Home /
/ Bijak di Masa Sulit
Bijak di Masa Sulit

Bijak di Masa Sulit

Message of Monday - Senin, 21 April 2008
Bijak di Masa Sulit
Oleh: Sonny Wibisono

“Ada pelajaran yang dapat diambil dari situasi yang baik dan buruk.”
-- Willa Cather, penulis, 1873-1947

KEJADIAN menarik terjadi pada hari Kamis, 17 April lalu. Sebanyak 100-an karyawan di bagian giling sebuah perusahaan rokok mengalami kerasukan roh halus atau yang lazim kita kenal dengan istilah kesurupan. Bukan hanya sunatan atau kawin saja yang massal, tetapi juga dapat terjadi dalam hal begini. Seram deh pokoknya. Mereka menjerit-jerit, bergumam, eh, ada juga yang kejet-kejet sambil mata melotot, iih, dan akhirnya kebanyakan dari mereka pingsan secara massal. Pihak perusahaan sudah pasti panik dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Manajer Hubungan Industrial perusahaan tersebut melakukan investigasi kecil-kecilan. Setelah bertanya kepada beberapa korban yang mengalami pingsan itu, tentu setelah roh halusnya kabur, pejabat perusahaan itu mendapat keterangan, beberapa korban kedatangan roh itu karena pikiran mereka tengah kosong. Tanya kenapa? Duh, ternyata beban hidup yang mereka alami benar-benar bikin mereka senewen. Otak dan hati tak lagi sinkron. Hati sih ingin tenang bin tenteram, tapi otak mereka cenut-cenut luar biasa. Harga sembilan barang pokok alias sembako terbang ke angkasa, sedangkan penghasilan mereka semakin terperosok ke dalam tanah.

Rupanya butiran beras, bau minyak tanah yang tak lagi terendus, dan tekanan hidup lainnya terbawa hingga ke tempat kerja. Mereka pun bengong. Nah, teori sederhananya, di kala bengong, biasanya roh halus yang nongol di film horor, ikut nimbrung di tubuh mereka. Alhasil, ya itu tadi, mereka pun kesurupan massal. Waduh, ini sih luar biasa mengejutkan. Dunia makin maju, kok roh halus makin perkasa saja. Kata orang memang, hidup ini makin berat. Kalau kurang percaya, cerita berikut bolehlah disimak.

Kisah ini datang dari mulut seorang teman, sambil menyalakan rokok kreteknya, dia berkeluh kesah. “Hidup makin sulit,” katanya. Menurut pengakuannya, untuk mengurangi biaya pengeluaran, ia harus berhemat di sana-sini. Persis seperti yang terjadi sepuluh tahun silam, ketika krisis ekonomi melanda negeri ini. Kini dia tidak lagi berlangganan koran. Untuk mengikuti berita, dia cukup menonton televisi atau browsing internet di kantor. Makan? Dia ganti jenis beras yang harganya lebih murah dengan tidak mengurangi mutu. Makan di luar pun sudah dikurangi. Tapi anehnya, dia sama sekali tak mengurangi jatah membeli rokoknya. “Kalau ini lain, untuk mengurangi stres,” katanya sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.

Situasi saat ini memang tak lagi bersahabat. Banyak sebabnya. Di tingkat global misalnya, lihatlah harga minyak dunia makin membubung tinggi. Pada 18 April lalu, untuk pertama kalinya, harga minyak menembus angka USD117 per barel. Juga terjadi kenaikan harga beberapa komoditas pangan di pasaran dunia, terutama beras. Di dalam negeri pun sami mawon pada bae keadaannya. Tingginya angka inflasi untuk Maret 2008, berada pada level 0,95%, inflasi year on year 8,71%, sementara itu Pemerintah menargetkan inflasi 2008 tidak lebih dari 6,5%.Langkanya minyak tanah dan elpiji membuat pusing kepala para ibu-ibu. Kalau pun ada, harus antre panjang dan harganya sudah tinggi.

Lantas bagaimana menyiasati keadaan hidup ini? Tentu bukan dengan merokok seperti sang teman atau banyak bengong kalau tidak mau kesurupan. Sebenarnya hanyalah akal sehat kunci semuanya. Kiat berikut ini sama sekali bukanlah hal yang baru, dalam hidup sehari-hari kita sudah mafhum. Barangkali bolehlah untuk menyegarkan kembali ingatan kita.

Ini yang primer, kita harus bisa membedakan dahulu antara keinginan (want) dan kebutuhan (need). Lantas di mana letak bedanya? Ah, ini sih sudah jelas bedanya. Makan adalah kebutuhan. Tapi makan enak dengan harga mahal itu adalah keinginan. Jadi, kalau uang di kantong tinggal selembar, pilihlah makanan yang bikin kenyang dan padat gizi, meski memang tidak terlalu memanjakan lidah. Paling tidak, aman bagi tubuh, alias tidak murcret,murah tapi mencret. Itu syarat minimal. Dalam skala kebutuhan yang lain, di luar primer, alangkah baiknya juga berlaku demikian. Di antara kita pastilah ada yang mengutang atau mengangsur. Nah, kalau yang ini, sebaiknya susun kembali cash flow dan forecast sederhana, yang memperkirakan arus uang masuk dan arus uang keluar. Nah, berikutnya tinggal mengatur langkah konkret seperti ini.

Buatlah Skala Prioritas Kebutuhan
Kita harus dapat membuat skala prioritas kebutuhan harian, bulanan, dua bulanan dan seterusnya. Dengan hal ini, kita tentunya mengetahui kebutuhan apa saja secara rutin dan berkala yang harus dipenuhi.

Membatasi Pembelian dengan Angsuran
Pikir-pikir lagi apakah barang yang akan kita beli dengan mengangsur itu benar-benar kita butuhkan?

Cegahlah Menggaruk yang Gatal
Ini hanya istilah dari ‘impulse buying’, saat lihat langsung beli. Sering kali, setiap kali ketika kita ke pasar swalayan, kita membeli barang-barang di luar kebutuhan yang sudah ada di benak kita sebelum kita berangkat ke pasar swalayan. Ada baiknya, Anda membuat daftar kebutuhan apa saja yang memang benar-benar diperlukan dan harus dibeli. Dan ingat, Anda harus konsisten dengan daftar tersebut!

Tidak Terpengaruh Iklan
Jangan terpengaruh oleh iklan yang menyesatkan. Sebaik mutu atau sebersaing harga apapun barang atau jasa yang ditawarkan, bila hal itu memang bukan menjadi skala prioritas Anda, jangan dibeli!

Membandingkan Harga Produk yang Dibutuhkan
Bahasa kerennya, ‘price competition’. Agakrepot memang. Dalam hal ini kita harus bertanya, bisa juga keluar masuk toko, atau minimal mencari informasi untuk mendapatkan perbandingan harga produk yang kita cari. Tapi capek sedikit untuk berhemat tidak ada salahnya juga. Karena setelah itu, dilain waktu, Anda sudah tahu produk apa yang akan Anda beli sesuai dengan kualitas dan kebutuhan yang Anda inginkan.

Mengerti Manfaat dan Fitur Barang
Jangan membeli barang tetapi Anda sendiri tidak tahu kegunaan barang tersebut.

Efisiensi Total
Anda harus melakukan efisiensi secara total terhadap pemakaian telepon, listrik, gas, air, pendingin udara dan lain sebagainya. Misalnya saja, tak perlu Anda menyalakan pendingin udara ketika malam hari.

Mengatur Mobilitas Sesuai Keperluan
Anda harus bisa mengatur mobilitas sesuai kebutuhan, mana kebutuhan untuk keluarga, mana kebutuhan untuk pekerjaan, mana kebutuhan untuk komunitas, dan mana kebutuhan untuk lingkungan sekitar.

Mencari Penghasilan Tambahan
Ada baiknya Anda juga memikirkan pekerjaan sambilan di luar pekerjaan tetap yang sudah Anda lakukan. Pekerjaan ini sebaiknya tidak mengganggu pekerjaan utama Anda. Bila mengganggu, tak usah Anda lakukan, karena bisa-bisa malah mengganggu karir Anda.

Jagalah Kesehatan
Kata orang, kekayaan yang paling berharga adalah tubuh yang sehat. Sehat tak dapat dibeli. Semua penghematan di atas itu haruslah bisa membuat kesehatan tetap terjaga dan prima. Nah, rugi dong, kalau dengan dalih ingin hemat, tetapi malah tubuh menjadi sakit. Oalah,sudah hidup semakin sulit seperti sekarang ini, eh duitnya malah dipakai berobat, cape deh. (210408)

* Photo by Oleg Magni from Pexels

Latest Post

Tergoda Isu ViralTergoda Isu Viral
Dalam beberapa hari terakhir ini di media sosial bersliweran isu mengenai kasus pernikahan satu keluarga yang viral. Isu ini bahkan oleh sebagian pihak dijadikan meme.
Belanja Bijak Belanja CermatBelanja Bijak, Belanja Cermat
Bulan Desember identik dengan berbagai hal. Seperti peringatan Natal, musim dingin, atau perayaan tahun baru. Apa lagi? Tak hanya itu, Desember konon surganya bagi para konsumen untuk berbelanja dengan harga murah. Mengapa?
Selamat Datang 2023Selamat Datang 2023!
Tahun 2023 baru saja kita songsong dengan penuh keyakinan. Walau begitu, ada beberapa nada sumbang terdengar dalam menyambut tahun baru ini. Beberapa pengamat meramalkan bahwa perekonomian global di tahun 2023 akan terasa gelap. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam satu orasi ilmiah mengatakan setidaknya ada 4 faktor penyebab ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.
KOMENTAR